JAKARTA-LH: Senin (07/11/2016-Red), Kepolisian Daerah Metro Jaya menetapkan lima aktivis HMI sebagai tersangka dalam aksi damai pada Jumat, 4 November lalu. Para tersangka itu adalah II, AH, RR, RM, dan MRB. Mereka ditangkap Senin (07/11/2016-Red) malam di lima lokasi berbeda. Penangkapan ini merujuk pada penyelidikan digital forensik yang dimiliki kepolisian. Dari data gambar dan video, kepolisian merekonstruksi ulang kejadian dan menentukan tersangka potensial.
PB HMI mengkritik tindakan polisi menangkap dan menahan aktivisnya. Menurut Hari, penggerebekan yang dilakukan polisi untuk menahan koleganya pada malam hari tidak etis, seperti cara Orde Baru. “Ini seperti gaya Orba (Orde Baru) untuk membungkam kritisnya aktivis.”
Ketua Umum PB HMI, Mulyadi P Tamsir membenarkan terkait penangkapan terhadap Sekjen dan keempat kadernya.
“Benar ada penangkapan, Bapak Sekjen, kader Jakarta Pusat Utara dua (orang), Jakarta Raya satu (orang),” jelas Tamsir , Selasa (08/11/2016-Red).
Sebelumnya Polisi juga menangkap Ismail Ibrahim (23) yang diduga sebagai perusuh saat aksi damai bela Islam. Ia ditangkap di kawasan Pejaten Barat, Jakarta Selatan pada Senin 7 November 2016 malam.
Sebelumnya, Polisi menangkap Ismail Ibrahim yang diduga kuat melakukan penyerangan ke aparat dalam aksi demo 4 November. Anggota HMI ini diringkus di rumah anggota DPD RI Basri Salama.
Kasubdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Hendy F Kurniawan mengatakan, Ismail Ibrahim diduga ikut melakukan penyerangan terhadap aparat. “Yang bersangkutan melakukan penyerangan kepada petugas karena ikut teman yang lain yang sudah melempari dan menyerang serta terprovokasi oleh kata-kata dari orator di atas mobil komando untuk tidak takut dan terus maju,” kata Hendy .
Hendy menyebut, Ismail merupakan mahasiswa semester 5 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik jurusan Sosiologi di sebuah kampus swasta di Jakarta Selatan. Dia juga merupakan ketua Himpunan Mahasiswa Sosiologi.
Kader HMI lainnya langsung melaporkan penangkapan ini ke Komnas HAM. Anggota Komisi III DPR pun tampak mendatangi Polda Metro Jaya atas penangkapan ini.
“Pertama, kita bentuk kuasa hukum. Kita juga akan adukan perlakuan polisi ke Komnas HAM dan Kompolnas,” kata Ketua Umum PB HMI Mulyadi P Tamsir , Selasa (08/11/2016-Red).
Menurutnya, pengaduan ke Komnas HAM dan Kompolnas dikarenakan Sekertaris Jenderal (Sekjen) HMI Ami Jaya ditangkap tanpa ada alasan yang jelas. Tidak hanya itu, Mulyadi menyebut polisi menangkap Ami Jaya dengan menggunakan cara pemaksaan. “Juga tidak boleh didampingi oleh kuasa hukum,” ucapnya.
Rofiqi dari Departemen Hubungan Internasional PB HMI mengatakan, saat penggerebekan berlangsung, polisi hanya menunjukkan surat penangkapan. Tapi polisi tidak mengatakan alasan penangkapan. Mereka menduga Ami ditangkap karena aksi damai 4 November. “Tapi tadi malam (Senin, 07/11/2016-Red) polisi hanya bilang cari Sekjen,” katanya.
Menurut Rofiqi, saat unjuk rasa, Ami berada di sebelahnya. Dan Ami tidak melakukan tindakan anarkistis. “Kriminalisasi ini upaya menyelamatkan Kapolda dari sikapnya yang main tuduh.”
Rofiqi mengatakan penggerebekan di malam hari mengingatkan pada aksi-aksi PKI di era Orde Lama. Karena itu, pihaknya juga menyayangkan hal semacam itu dilakukan aparat hukum. “Sekjen kami bukan koruptor, bukan pula musuh negara. Tapi perlakuan dari aparat hukum sangatlah tidak manusiawi.”
Sementara itu menurut Mohammad Mahfud Md., Alumnus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), mengatakan akan membela para pegiat HMI yang ditangkap Kepolisian Daerah Metro Jaya atas tudingan sebagai provokator dalam demonstrasi pada Jumat, 4 November 2016, yang berujung ricuh. Mahfud juga menyatakan akan mendukung polisi jika para aktivis memang benar melanggar hukum.
“Akan kita urus kalau diperlakukan sewenang-wenang. Tapi, kalau benar dia melakukan pelanggaran hukum dan anarkistis, kita akan dukung polisi menindaknya,” kata Mahfud, seperti disarikan melalui akun Twitter pribadinya, Rabu (09/11/2016-Red). Mahfud mengatakan saat ini dia menyerahkan proses hukum kepada kepolisian.
Sebelumnya, lewat akun Twitter-nya, ia juga mengatakan menunggu keputusan polisi terkait dengan pro-kontra pernyataan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok atas kasus penistaan agama. “Serahkan ke proses hukum saja. Kontroversi tafsir swasta sudah harus dihentikan. Tunggu kpts Polri setelah menganalisis fakta dan keterangan ahli,” cuit mantan Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut.
Alumnus HMI lainnya, Fahmi Idris, meminta kepolisian membebaskan para aktivis yang ditangkap polisi terkait dengan dugaan provokator kerusuhan pada demo damai, 4 November lalu. “Kalau dimintai keterangan bagus saja, tidak perlu ada penahanan,” ujar Fahmi .
Mantan Menteri Pertahanan era Presiden Abdurrahman Wahid itu mengatakan penahanan terhadap aktivis dapat mengakibatkan situasi makin memanas. Apalagi, menurut dia, para aktivis HMI tidak melakukan tindakan provokasi dan anarkistis pada demo Jumat lalu itu. “Itu dilakukan oleh provokator yang menyusup ke HMI, FPI juga mengetahui (penyusupan) itu,” tuturnya.
Karena itu, Fahmi menyayangkan sikap polisi yang menahan para aktivis HMI. Fahmi akan memberikan bantuan hukum bagi yuniornya jika polisi menetapkan aktivis HMI sebagai tersangka. Namun, jika tak bersalah, dia berharap agar polisi segera membebaskan para aktivis supaya situasi politik tak semakin memanas.
“Kalau memang ada bukti kuat, ya harus ditindaklanjuti sebagai konsekuensi hukum,” ucap Fahmi. Namun, menurut dia, provokator kerusuhan adalah penyusup yang mengatasnamakan HMI. Apalagi ditambah situasi kala itu memanas karena Presiden Joko Widodo tak menemui demonstran.
Pada perkembangan selanjutnya Kepolisian Polda Metro Jaya tidak menahan Sekretaris Jenderal Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Amy Jaya. Meski begitu, Amy masih berstatus sebagai salah seorang tersangka.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Awi Setiyono mengatakan dari lima orang tersangka, empat di antaranya dilakukan penahanan. “Satu tak kami tahan, sekjen-nya itu,” ujarnya di kantornya, Rabu (09/11/2016-Red).
Awi menjelaskan, keputusan itu diambil setelah kelima tersangka diperiksa selama 24 jam di Subdirektorat Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.
Ihwal alasan tidak ditahannya Amy, Awi menjelaskan, sepenuhnya ada pada penyidik. Hal itu sudah diatur dalam pasal 21 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan merupakan pertimbangan subjektif dari penyidik.
“Ada jaminan dari beberapa pihak bahwa yang bersangkutan tak akan melarikan diri, tidak merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana,” kata Awi. Jebatan Amy sebagai Sekjen HMI juga ikut menjadi pertimbangan.
Walaupun begitu, Awi memastikan dengan tidak ditahannya Amy, tidak berarti ia akan berhenti diperiksa. “Itu tak akan mengurangi kualitas penyidikan,” ucap dia.
(RZ/Red)