LIPUTANHUKUM.COM: Kementerian ATR/BPN (Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional) membantah isu yang menyebut tanah tanpa sertifikat akan diambil alih negara mulai 2026 seiring tidak berlakunya girik, verponding, dan letter C. Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (Dirjen PHPT) Kementerian ATR/BPN, Asnaedi, menegaskan bahwa informasi tersebut tidak benar. “Jadi informasi terkait tanah girik yang tidak didaftarkan hingga 2026 nanti tanahnya akan diambil negara itu tidak benar,” ujar Asnaedi (Selasa, 01/07/2025).
Asnaedi menjelaskan bahwa sejak dahulu, girik, verponding, dan bekas hak lama lainnya bukan merupakan alat bukti kepemilikan tanah, melainkan dapat menjadi petunjuk adanya bekas kepemilikan hak atau hak adat atas sebidang tanah. “Ini seperti yang tertuang di UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA), yang mana bekas hak lama seperti girik ini dapat dilakukan pengakuan, penegasan, dan konversi sesuai peraturan,” katanya.
Ia kembali menegaskan bahwa negara tidak akan merampas tanah yang masih menggunakan girik atau bukti hak lama lainnya. “Kalau itu giriknya ada, tanahnya ada, ia juga tetap menguasai tanah miliknya, ya enggak ada kaitannya itu diambil oleh negara,” jelasnya.
Sebagai informasi, Pasal 96 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 menyebutkan bahwa alat bukti tertulis atas tanah bekas milik adat yang dimiliki perorangan wajib didaftarkan paling lama lima tahun sejak PP tersebut berlaku. Jika dihitung sejak terbitnya regulasi itu, maka batas waktu pendaftaran adalah pada 2026.
Melalui aturan ini, pemerintah mendorong masyarakat untuk segera mendaftarkan tanahnya agar memperoleh sertifikat sebagai bukti kepemilikan yang sah dan diakui secara hukum. “Kami harapkan masyarakat tidak perlu khawatir. Justru ini jadi momentum agar masyarakat segera menyertifikatkan tanahnya. Negara hadir untuk memberikan kepastian hukum, bukan mengambil hak masyarakat,” pungkas Asnaedi. (Dessy)