LIPUTANHUKUM.COM: Menurut hasil investigasi liputanhukum.com bekerjasama dengan Non-Governmental Organization Indonesia Law Enforcement (NG0-ILE) selama kurun waktu 6 bulan terhitung sejak akhir Pebruari 2023 bahwa di Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura) Provinsi Sumatera Utara masih marak praktek Illegal Logging dan pembalakan liar. Dari hasil investigasi, sumber kayu bulat (log) maupun yang sudah dijadikan bahan jadi (papan, broti, dll) umumnya berasal dari daerah gugus bukit barisan meliputi wilayah kecamatan Na: IX-X, Aek Natas, dan Kualuh Selatan.
Bila dirinci lebih spesifik, menurut data hasil investigasi, untuk kecamatan Na:IX-X meliputi Desa Hatapang dan Desa Pematang, untuk Kecamatan Aek Natas meliputi Desa Rombisan dan Poldung, sementara untuk Kecamatan Kualuh Selatan meliputi Desa Siamporik. Semuanya berada sekitar gugus bukit barisan atau daerah pegunungan.
Kayu diduga ilegal tersebut diangkut menggunakan Truck baik Roda 6 maupun lebih (Roda 10 atau lebih) melalui jalan umum Kelas III, Kelas II, hingga Jalan Nasional Lintas Sumatera (Jalinsum) menuju tempat penjualan baik sekitar Labura, Labuhanbatu Induk, dan umumnya ke daerah Kabupaten Asahan. Bahkan menurut informasi yang belum terverfikasi ada yang di ekspor ke Luar Negeri melalui Tanjung Balai.
Secara historis, di wilayah 3 kecamatan tersebut sudah lama menjadi ajang pembalakan liar dan illegal logging dengan berbagai modus. Mulai dari modus izin HPH yang disalahgunakan, IPK dan IPKTM yang juga disalahgunkan, sampai dengan tanpa izin sama sekali. Untuk praktek Illegal Logging dan Pembalakan Liar akhir-akhir ini cenderung tidak punya izin sama sekali dan banyak dilakukan oknum warga yang cenderung dianggap nekat karena hanya modal loby dengan oknum APH. “ Kalau praktek Illegal Logging dan Pembalakan Liar yang marak akhir-akhir ini, sesuai dari hasil invesigasi kami, cenderung tidak ada izin sama sekali dan hanya modal nekat dan modal main mata dengan oknum APH “ pungkas Direktur Investigasi NGO Indonesia Law Enforcement (NGO-ILE) Bagus JWP, SH di Jakarta (Sabtu, 09/09/2023).
Selain persoalan kerugian negara akibat perusakan hutan dan lingkungan hidup, efek negatif lainnya akibat praktek Illegal Logging dan Pembalakan Liar ini adalah rusaknya sarana dan prasarana jalan yang dilalui pengangkutan kayu yang dimensi dan tonasenya melebihi kapasitas jalan. “ Sesuai UU No 22 Tahun 2009 Tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan Kapasitas jalan kelas III bobot tonase hanya 8 Ton dan Kelas II maksimal 12 Ton, tapi dalam praktenya di lapangan pembawa kayu hasil praktek Illegal Logging dan Pembalakan Liar ini membawa kayu melebihi 12 Ton. Akibatnya jalan yang dibiayai Negara melalui APBD dan APBD itu rusak total. Mengapa Dinas Perhubungan khususnya perhubungan darat diam seribu Bahasa ? “ lanjut Bagus mempertanyakan.
Menurut UU No 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan pada Pasal 19 dijelaskan tentang dimensi dan bobot angkutan sesuai Kelas Jalan. Untuk Jalan Kelas II yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan, dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm (2,5 m), panjang tidak melebihi 12.000 mm (12 m), tinggi maksimal 4.200 mm (4,2 m), dan muatan berat maksimal 8 (delapan) ton. Sementara untuk jalan Kelas III yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan, dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 mm (2,1m), panjang tidak melebihi 9.000 mm (9 m), tinggi maksimal 3.500 mm (3,5 m), muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton.
Berdasakan pemantauan liputanhukum.com bahwa praktek di lapangan dari sisi penggunaan angkutan dan bobot tonase, kenderaan yang mengangkut kayu diduga dari hasil praktek Illegal Logging dan pembalakan liar itu, juga banyak yang melanggar UU No 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. Akibatnya, banyak jalan umum yang dibiayai melalui APBD dan APBN hancur akibat dilalui kederaan pembawa kayu log yang melibih dimensi dan tonase.
Akibat lain yang ditimbulkan praktek Illegal Logging dan Pembalakan Liar adalah banjir bandang. Sungai Aek Natas yang yang merupakan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berhulu di daerah praktek Illegal Logging dan Pembalakan Liar ini selalu banjir yang mengakibatkan Ibu Kota Kecamatan Bandar Durian sering mengalami kebanjiran. Ketika Ibu Kota Kecamatan Aek Natas ini banjir, maka pengguna jalan lintas sumatera akan macet total hingga berpuluh-puluh kilo meter.
Belum lagi banjir bandang seperti yang terjadi di Desa Hatapang dan Desa Pematang Kecamatan Na:IX-X Labura pada akhir Desember 2019 lalu (29/12/2019) yang telah menelan korban nyawa dan harta benda. Musibah ini juga diduga kuat akibat praktek Illegal Logging dan Pembalakan Liar yang terjadi di Desa Hatapang dan Desa Pematang yang diduga kuat menyalahgunakan izin yang diberikan pemerintah. Hal ini terbongkar saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPRD Sumut di Medan Tentang Pembahasan Banjir Bandang di Desa Hatapang dan Desa Pematang Kecamatan NA: IX-X Labura (Selasa, 07/01/2020).
Melihat Vital-nya Posisi Hutan Indonesia di Bumi ini, maka sangatlah wajar bila Para Pelaku Illagal Logging dan Perusak Hutan Lainnya diberikan sanksi yang sangat berat karena Tindak Pidana ini merupakan Kejahatan Kemanusiaan. “ Masalah Illegal Logging merupakan Masalah Utama di Sektor Kehutanan. Kejahatan tersebut dapat memberikan dampak yang luar biasa bagi Peradaban dan Generasi Yang Akan Datang. Seluruh Biodiversity dan Kekayaan Alam (termasuk kayu) dapat punah “ tulis Deasy Soeikromo dalam Tulisan Ilmiahnya yang berjudul Ketentuan Hukum Pidana Terhadap Praktik Illegal Logging dan Upaya Pelestarian Lingkungan Hidup di Indonesia.
Sehingga, tidaklah berlebihan kalau UU No 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan memberikan Sanksi yang cukup berat kepada Para Pelakunya yakni bisa dihukum dengan Pidana Seumur Hidup serta Pidana Denda Rp 1 Triliun.
Pidana Seumur Hidup serta Denda Rp 1 Triliun tercantum Pada Pasal 94 Ayat (2) UU No 18 Tahun 2013 “ Korporasi yang:
a. menyuruh, mengorganisasi, atau menggerakkan pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a;
b. melakukan permufakatan jahat untuk melakukan pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c;
c. mendanai pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah, secara langsung atau tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf d; dan/atau
d. mengubah status kayu hasil pembalakan liar dan atau hasil penggunaan kawasan hutan secara tidak sah, seolah-olah menjadi kayu yang sah atau hasil penggunaan kawasan hutan yang sah untuk dijual kepada pihak ketiga, baik di dalam maupun di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf f dipidana dengan Pidana Penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan paling lama Seumur Hidup serta Pidana Denda paling sedikit Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000.000,00 (Satu Triliun Rupiah) “.
Selain Pasal 94 Ayat (2), Hukuman Pidana Seumur Hidup serta Denda Rp 1 Triliun juga diatur dalam Pasal 95 Ayat (3), dan Pasal 99 Ayat (2)UU No. 18 Tahun 2013.
Kendatipun sudah ada UU yang mengatur tentang Sanksi yang begitu berat, mengapa Praktik Illegal Logging dan Perambahan Hutan Secara Ilegal masih terus berlangsung di Indonesia ? Pertanyaan ini merupakan sebagai bahan renungan bagi seluruh Umat Manusia agar sesegara mungkin mendapatkan jawaban dan solusi demi keselamat seluruh Umat Manusia yang masih berada di Bumi ini.
Sosialisai hasil investigas dan Langkah hukum yang akan diambil oleh NGO-ILE akan dipublikasikan pada pemberitaan berikutnya. Bersambung… (TIM)