1,680 views

SEJARAH BERULANG KEMBALI LUKA LAMA BERDARAH LAGI

LABURA-LH: Tulisan ini merupakan hasil karya murni dari salah seorang keturunan Munthe Parbatua yang bernama Marasati Munthe yang diberi judul “ Sejarah Berulang Kembali Luka Lama Berdarah Lagi “. Redaksi Liputan Hukum murni menuangkan isi tulisan dari Sang Penulis tanpa mengurangi maupun menambah. Berikut isi tulisan Marasati Munthe:

SEJARAH :
1. Pada abad ke 18 Masehi di Parbatua berdiri satu Kerajaan yang dipimpin Mangaraja Patuan Munthe. Kerajaan ini mempunyai wilayah sebelah Utara berbatas dengan Alam (Sungai Aek Lengkungan dan Tor/Bukit Marsangge), sebelah Timur berbatas dengan Aek Durian Begu, dan sebelah Selatan berbatas dengan Aek Siborok/Aek Linggator dan sebelah Barat berbatas dengan Tor (Bukit) Sialogo.

2. Mangaraja Patuan Munthe mempunyai anak namanya Raja Patuan Singgur Munthe dan dari Raja Patuan Singgur menjadi Raja adalah Raja Mallatang Munthe dan anak dari Raja Mallatang Raja Bona Munthe seterusnya Raja Bona Munthe mempunyai anak namanya Raja Panaehan Munthe semua nama-nama tersebut diatas adalah Raja di Parbatua dan agama mereka adalah Sipole Begu (percaya pada roh nenek moyang yang menjadi sembahan).

3. Raja Panehan Munthe diganti oleh abangnya yang bernama Raja Balonggam (agama islam), sejak Kerajaan yang dipimpin Raja Balonggam agama Islam mulai diamalkan dan dipercayai, walaupun cara pengamalannya masih kadang-kadang bercampur dengan cara penyembahan agama tradisional (Sipole Begu).

4. Raja selanjutnya atau yang terakhir di Parbatua adalah Raja Humala Munthe sampai tahun 1955, dimana pada waktu itu diadakan pemilihan Kepala Kampung Rombisan, Kecamatan Aek Natas, Kabupaten Labuhanbatu, Provinsi Sumatera Utara. Yang pada waktu pemilihan Kepala Kampung tersebut Raja Humala Munthe mendapat kepercayaan dari Rakyat menjadi Kepala Kampung Rombisan sampai tahun 1967 (meninggal dunia).

5. Semasa bertugas sebagai Kepala Kampung pada tahun 1958 masuklah pemberontak PRRI di wilayah Kecamatan Aek Natas (Parbatua diduduki dan dikuasai pemberontak PRRI Permesta) sampai pada tahun 1962 walaupun Parbatua dikuasai oleh PRRI Raja Humala tetap berhubungan baik sebagai Kepala Kampung Rombisan bertugas untuk menjalankan roda Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Raja Humala sekali dalam satu bulan melapor pada Camat Aek Natas, Kabupaten Labuhanbatu, Provinsi Sumatera Utara.

6. Semasa bertugas Raja Humala Munthe tetap mendapat ancaman dari Pemberontak PRRI Permesta dimana dia tetap akan dibunuh apabila tidak dapat menyediakan perbekalan/logistik pasukan pemberontak PRRI Permesta. Pimpinan Pemberontak pada waktu itu adalah Sinta Pohan Komandan Resimen Expedisi Sisingamangaraja yang bermarkas dirumah Raja Humala Munthe. Senjata Ralas Panjang dan Pistol selalu ditodongkan kepada Raja Humala Munthe oleh Pemberontak PRRI Permesta untuk memaksa agar diserahkan Beras atau uang untuk membeli logistik mereka.

7. Pada suatu hari tahun 1962 Raja Humala berangkat ke Kantor Camat Bandar Durian melaporkan situasi keamanan di wilayah Kepala Kampung Rombisan akibat kejamnya Pemberontak PRRI Permesta terhadap rakyat, dimana rakyat dipaksa untuk menyerahkan segala makanan yang ada di rumah dan wajib membantu mereka mengangkat barang-barang seperti peluru, logistik, dan mengangkat tandu personil mereka yang sakit dan luka-luka akibat pertempuran dengan pasukan TNI. Maka terjadilah peristiwa tahun 1962 pembunuhan warga masyarakat Parbatua dan juga masyarakat Kampung Poldung. Peristiwa ini terjadi di Parbatua pada malam hari, akibatnya tiga orang warga mati dan tiga orang luka-luka. Rakyat melawan sekelompok pemberontak karena mereka memaksa rakyat melayani mereka khususya makanan supaya disiapkan juga wanita seperti anak-anak gadis. Akibat perlawanan warga tersebut yang mengambil korban jiwa serta seluruh rakyat dan anak-anak/perempuan melarikan diri pada malam gelap gulita itu ke hutan seterusnya untuk menuju markas TNI di Sibito. Warga yang melawan kelompok PRRI tersebut mati di tembak juga yang luka-luka bersembunyi di hutan menunggu pertolongan dari Kampung Poldung.

8. Itulah Sejarah singkat Parbatua dan sekarang belum hilang dari ingatan berupa penderitaan akibat dari peristiwa tersebut, ibarat luka masih membekas dihati masyarakat Parbatua yang sekarang berpencar di Desa-Desa yang lain/mengungsi di wilayah Kecamatan Aek Natas. Mereka meninggalkan Kampung Halaman, tempat lahir, tempat orang tua berusaha membesarkan anak-anaknya demi menyelamatkan nyawa agar tidak ikut terbunuh. Keadaan kehidupan warga Parbatua sangat sengsara, tidak punya lahan pertanian untuk diusahai dan ingin kembali ke Kampung Parbatua tapi tidak punya modal untuk belanja , tambah lagi pendidikan anak-anak sekolah tidak dapat ditinggalkan di rantau orang.

9. Demikian lah sejarah Parbatua berulang kembali dan bekas luka penderitaan yang lama berdarah lagi, dimana anak dari Almarhum Raja Humala Munthe yang bernama Marasati Munthe Purnawirawan TNI AD Pangkat Serda NRP 405221 Pensiun pada tahun 1990 bulan Januari kesatuan terakhir Korem 23 awal Samudera Kodam 1/BB. Marasati Munthe Purnawirawan TNI AD diminta oleh masyarakat Desa Rombisan pada tahun 1995 untuk mengikuti/calon Kepala Desa Rombisan akhirnya berhasil mendapat tugas sebagai Kepala Desa Rombisan pada tahun 1995 sampai dengan 2003. Marasati Munthe bercita-cita semasa bertugas sebagai Kepala Desa Rombisan akan kembali membangun Parbatua dengan mengajak warga Munthe Parbatua, Boru dan Bere pada tahun 1998. Marasati Munthe Kepala Desa Rombisan mengeluarkan Surat Keterangan Tanah Nomor 593/90/DR/1998 tanggal 25 Juli 1998 menetapkan bahwa tanah wilayah bekas kerajaan Mangaraja Patuan Munthe Parbatua berbatas alam menjadi tanah Pusaka Porparan Adat Mangaraja Patuan Munthe Parbatua. Surat/Keterangan Tanah tersebut di dukung oleh tokoh-tokoh masyarakat dan ditandatangani masing-masing serta Kepala Desa Sibito, Desa Poldung dan Desa Rombisan Kecamatan Aek Natas, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara.

10. Selanjutnya pada tahun 1997 PT. Selly Indah Pesona dimana sebagai Dirut Jamril Jambak seorang anggota Brimob dari Medan waktu itu masih aktif bersama seorang wanita keturunan china bernama Candra berfungsi sebagai istri Jamril Jambak dan juga sebagai Pengusaha (Penyandang Dana) mereka menawarkan kerja sama untuk membuka usaha berupa Perkebunan Inti Rakyat (PIR) Pola 60/40 %. Tawaran ini disampaikan kepada tiga Desa yaitu Desa Sibito, Desa Poldung, dan Desa Rombisan, Kecamatan Aek Natas, Kabupaten Labuhanbatu, Provinsi Sumatera Utara selanjutnya tiga Kepala Desa tersebut diatas mengadakan rapat dengan masyarakat dan menyetujui kerja sama tersebut. PT. Selly Indah Pesona memulai kerja tahun 1997 membangun Kilang Papan dan mengambil Kayu Balok di Desa Sibito dan Desa Rombisan sampai pada tahun 2005 harapan rakyat berupa Perkebunan Inti Rakyat (PIR) tidak ada di kerjakan oleh Pengusaha PT. Selly Indah Pesona dan yang sebenarnya niat dari Pengusaha PT. Selly Indah Pesona adalah untuk mengambil kayu untuk dijual, mereka membuat rekayasa dengan alasan berupa tawaran membangun Perkebunan Inti Rakyat (sebenarnya bohong).

Selanjutnya pada tahun 2001 Jambil Jambak dan istrinya Candra masih menikmati hasil kayu dari Desa Sibito dan Desa Rombisan membuat permintaan kepada Pengurus Porparan Munthe Parbatua agar memberikan lahan 200 Ha dengan harga Rp. 500.000,- per Ha karena keinginannya warga Porparan Munthe Parbatua untuk kembali ke Parbatua mengusahai tanah/usaha peninggalan orang tua maka menyetujui permintaan PT. Selly Indah Pesona bekerja sama dengan warga Porparan Munthe Parbatua dengan syarat PT. Selly Indah Pesona membangun jalan ke Parbatua tetapi bekas perkampungan dan komplek perkuburan islam dan kuburan nenek moyang non islam tidak ikut untuk diganti rugi didalam segel telah dibuat peta bagan menandakan mana yang diganti rugi oleh PT. Selly Indah Pesona. Ternyata Jambil Jambak dan Candra melanggar Surat Perjanjian, mereka menggarap tanah bekas Perkampungan dan Perkuburan di tanami Kelapa Sawit. Pada tahun 2004 warga Porparan Munthe Parbatua melakukan demonstrasi turun ke lokasi Parbatua menuntut agar penggarapan bekas Perkampungan dan Perkuburan jangan diteruskan lagi.

Namun karena mereka mempunyai beking penguasa akhirnya tuntutan rakyat tidak diindahkan Pengusaha PT. Selly Indah Pesona. Hanya Bupati Labuhanbatu H. Tengku Milwan mengeluarkan Surat Nomor 593/1301/IST/2005 tanggal 08 Juni 2005 perihal Perkuburan Tua Leluhur Marga Munthe seluas 15 Ha dan Perkampungan Parbatua seluas lebih kurang 20 Ha yang sudah ditanami oleh PT. Selly Indah Pesona adalah milik Marga Munthe Parbatua karena PT. Selly Indah Pesona menebang seperti Durian, Petai, Langsat, Mayang yang merupakan konpensasi pengganti tanaman tersebut diserahkan kepada warga Marga Munthe Parbatua. Surat Bupati tersebut hanya sebagai harapan, tetapi Pengusaha PT. Selly Indah Pesona Candra membunuh harapan tersebut dengan menjual Bekas Perkampungan Munthe Parbatua dan Komplek Perkuburan Tua Leluhur Marga Munthe Parbatua kepada PT. Sawit Solok Indah dengan Salman sebagai Dirut tanpa diketahui warga Munthe Parbatua. Inilah pertama Sejarah Berulang Kembali dan Luka Lama Berdarah Lagi akibat Pengusaha PT. Selly Indah Pesona membunuh harapan marga munthe parbatua.

11. Selanjutnya PT. Sawit Solok Indah yang beralamat di Jl. Pulo Pinang kawasan Industri Medan II Mabar Saentis Percut Sei Tuan Deli Serdang beraksi lagi :

a. Sekitar tahun 2012 PT. Sawit Solok Indah melalui Agennya AUNG MUNTHE dari Aek Kota Batu menghubungi Pimpinan/Pengurus Porparan Adat Mangaraja Patuan Munthe Parbatua untuk meminta tanah bekas usaha orangtua Porparan Munthe Parbatua untuk diganti rugi.

b. Hasil rapat adat keluarga besar munthe parbatua tanggal 06 Juli 2013 dapat diberikan 155 Ha dengan alasan sebagai berikut :
1. Warga porparan munthe parbatua sudah lama ingin kembali ke parbatua untuk berusaha membuka tanah peninggalan orangtua, tetapi karena modal usaha tidak ada juga jalan belum bisa dilalui oleh Kendaraan roda empat sebagaimana dulu warga porparan memberikan tanah kepada PT. Selly Indah Pesona untuk diganti rugi warga Porparan Munthe Parbatua sangat mengharapkan pengusaha untuk membantu porparan munthe parbatua.
2. Namun harapan masyarakat munthe parbatua selalu dijadikan pengusaha sebagai peluang untuk menipu dan merampas hak rakyat, harapan warga munthe parbatua dengan adanya pengusaha berada di parbatua maka sisa tanah bekas usaha orangtua akan dapat diusahai oleh anak- anak generasi muda yang tidak mempunyai usaha (Miskin) dan akan kami bentuk kelompok tani dengan program yang nantinya memohon kepada pemerintah melalui Menteri Kehutanan Republik Indonesia agar dapat kiranya Hutan Produksi Terbatas (HPT) diberikan kepada Kelompok Tani 300 Ha dengan 100 Kepala Keluarga dan akan ditanami seperti Karet, Durian, Kopi Coklat dan lain-lain yang tidak merusak lingkungan.
3. Sekarang harapan warga Munthe Parbatua sudah hancur, tanah Bekas Perkampungan Orang Tua dan Komplek Perkuburan Tua Nenek Moyang sudah di usahai dan dikuasai PT. Sawit Solok Indah serta Kuburan Muslim di Buldoser sampai hilang juga Makam Raja Panaehan Munthe hilang di buldoser PT. Sawit Solok Indah, serta orang-orang yang mendapat Surat Keterangan dari Kepala Desa Rombisan Rijal Sipahutar di lahan hutan kawasan (HPT) sudah digarap secara liar oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

c. Desa Rombisan belum terhapus namanya dari Desa terpinggir atau Desa tertinggal, penduduknya banyak yang miskin khusus di bidang ekonomi, lahan pertanian dan pendidikan. Kami melihat dan merasakan bahwa setiap pengusaha memasuki dan membuka usaha di Desa tertinggal mereka selalu memaksakan kehendak dengan memainkan peranan seolah-olah mereka sudah mendapatkan restu dari penguasa 100 % sehingga apapun yang dibuat pengusaha tersebut seperti mengambil hak tanah rakyat miskin yang bodoh dan lemah tidak punya beking sah-sah saja.

Bagaimanakah nasib generasi muda pedesaan yang tertinggal 20 tahun yang akan datang kalau penggarap tanah (Pengusaha) merajarela membuka usaha secara licik di Desa tertinggal mereka bekerja sama dengan Kepala Desa guna mengeluarkan Surat Keterangan Tanah. Kemiskinan lah yang akan bertambah, sedangkan Bapak Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menjelaskan bahwa kemiskinan itu musuh bersama. Tetapi Kepala Desa Rombisan Rijal Sipahutar malah bekerja sama dengan Pengusaha dan mengeluarkan Surat Tanah di wilayah Pusaka Porparan Munthe Parbatua kepada Asiong seorang pengusaha dari Rantau Prapat.

Masyarakat memohon kepada Pemerintah agar pengusaha yang merugikan rakyat jangan diberikan izin untuk membeli tanah di Desa yang tertingal yang penduduknya miskin, mohon perhatian dari Pemerintah meninjau kembali izin lokasi Pengusaha yang bermasalah dengan rakyat atau tidak mengindahkan kepentingan rakyat miskin di Desa-Desa tertinggal. Tindakan PT. Sawit Solok Indah ini mengusahai tanah Bekas Perkampungan dan Komplek Kuburan Tua leluhur warga Munthe Purbatua dengan merusak tanaman Kelapa Sawit Konpensasi 15 Ha dan berusaha menghilangkan kuburan yang ada dengan alat berat. Inilah yang dinamakan penulis sebagai judul bahwa Sejarah Berulang Kembali Luka Lama Berdarah Lagi di Parbatua yang artinya Pengusaha Candra PT. Selly Indah Pesona dan Pengusaha PT. Sawit Solok Indah telah membunuh harapan hidup bagi seluruh generasi muda Porparan Munthe Parbatua.

Kalau pada tahun 1962 kelompok Pemberontak PRRI Permesta membunuh fisik warga Munthe Parbatua dan sekarang Pimpinan Perusahaan PT. Selly Indah Pesona dan Pimpinan PT. Sawit Solok Indah membunuh harapan untuk hidup warga generasi muda Munthe Parbatua. Harapan warga Munthe Parbatua khususnya generasi mudanya supaya terhindar dari kemiskinan di masa 10 – 20 tahun yang akan datang.

Semoga ada Pemimpin di Negara Republik Indonesia yang tercinta ini yang sanggup melepaskan penderitaan masyarakat Desa yang tertinggal dan miskin dari belenggu penjajah modern seperti pengusaha yang selalu memaksakan kehendaknya yaitu seolah-olah mereka sebagai penolong menghidupkan harapan rakyat miskin agar terlepas dari penderitaan. Apakah ini yang dinamakan Bahaya Laten yang harus diwaspadai sebagai musuh rakyat dan bangsa ? Semoga Allah SWT menjauhkan segala kezaliman Pengusaha kepada rakyat kecil (awam). Amin Ya Rabbal Alamiin…!

Sekian.

Penulis,
Anak Kandung dari Alm. Raja Humala Munthe

TANDA TANGAN MARASATI

MARASATI MUNTHE
Purnawirawan TNI AD

One thought on “SEJARAH BERULANG KEMBALI LUKA LAMA BERDARAH LAGI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.