JAKARTA-LH: Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis hukuman 20 tahun penjara kepada terdakwa kasus kematian Wayan Mirna Salihin, Jessica Kumala Wongso, Kamis (27/10/2016-Red) sore.
Jessica dianggap bersalah dan memenuhi unsur dalam Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pembunuhan Berencana.
“Menyatakan terdakwa Jessica Kumala Wongso terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan berencana,” kata Kisworo selaku pimpinan majelis saat membacakan amar putusan di PN Jakpus, Kamis (27/10/2016-Red).
Hukuman dari majelis itu sama dengan tuntutan yang diajukan JPU. Majelis memerintahkan Jessica tetap ditahan.
Dalam menjatuhkan vonis, hakim memiliki pertimbangan yang meringankan dan memberatkan. Yang memberatkan, perbuatan Jessica yang telah mengakibatkan meninggalnya Mirna merupakan tindakan sadis. Majelis juga menganggap Jessica tidak menyesali perbuatannya.
“Yang meringankan, terdakwa masih berusia muda dan diharapkan bisa memperbaiki diri di masa yang akan datang,” ujar Kisworo.
Hakim menyatakan unsur pembunuhan berencana yang dilakukan Jessica sudah terpenuhi. Anggota majelis hakim, Binsar Gultom yang membacakan sebagian putusan setebal 377 halaman mengatakan, unsur perbuatan pembunuhan berencana itu ditunjukkan dengan tindakan terdakwa memesan es kopi Vietnam sebelum korban tiba di Kafe Olivier.
“Menimbang sebagai bukti bahwa terdakwa sudah merencanakan pembunuhan ini secara matang. Menimbang dari perencanaan, terdakwa mengatur waktu dalam waktu yang singkat untuk memanfaatkan rencana reuni untuk melakukan pertemuan dengan Mirna dengan memesan kopi lebih dulu,” kata hakim Binsar Gultom.
“Dengan begitu menurut majelis hakim unsur pembunuhan berencana telah sah,” lanjut Binsar.
Majelis hakim berkeyakinan bahwa Jessica merupakan sosok yang paling bertanggung jawab atas meninggalnya Mirna. Sebab, Jessica sempat menguasai keberadaan es kopi Vietnam dalam waktu lama.
“Majelis hakim berkeyakinan bahwa yang paling menguasai gelas kopi adalah terdakwa. Menimbang berdasarkan fakta, majelis hakim menilai dan menimbang terdakwa sudah memikirkan secara tenang,” lanjut Binsar.
Hakim juga menyebut cara Jessica membayar minuman lebih dahulu adalah hal yang tidak lazim. “Terdakwa sudah melakukan pembayaran saat Mirna belum datang, itu merupakan keanehan. Ada apa di balik itu kerena menurut kelaziman pertemanan, bukankah lebih enak bersama-sama,” ujar dia.
Binsar juga mengatakan, Jessica menjadi pihak yang paling memungkinkan punya kesempatan memasukkan sianida ke dalam kopi yang diminum Mirna. Sebab, Jessica jadi orang yang paling lama menguasai es kopi Vietnam yang akhirnya diseruput Mirna.
Selain Jessica, pihak lain yang punya peluang menuangkan sianida adalah penyaji di Kafe Olivier dan penyidik Polri. “Ini sama-sama berpeluang memasukan sianida,” kata Binsar.
Selanjutnya majelis memerinci potensi ketiga kelompok itu untuk dinyatakan sebagai pihak yang paling memungkinkan memasukkan sianida ke gelas kopi.
Menurut logika, kata Binsar, kelompok penyaji kopi tidak masuk akal jika memasukkan sianida ke es kopi Vietnam Mirna. Sebab, jika sianida sudah dimasukkan lebih dulu, pada saat menyajikan kopi di depan Jessica, tentu akan ada perubahan pada kopi tersebut.
“Menurut tayangan CCTV, ketika disajikan tanpa adanya perubahan warna kopi,” kata Binsar.
Kalaupun penyaji kopi memasukkan sianida, otomatis barang bukti sisa kopi yang diminum Mirna tak bakal dibiarkan diambil penyidik. Sisa kopi itu boleh jadi langsung dibuang untuk menghilangkan jejak.
Selain penyaji kopi, pihak penyidik Polri juga disebut berpeluang memasukkan sianida ke kopi Mirna. Namun, melihat fakta persidangan, utamanya keterangan saksi Hani Juwita, Devi Siagian (manajer kafe) dan pelayan lainnya, ternyata Mirna sudah bereaksi sesaat setelah meminum kopi pesanan Jessica.
Khusus Hani dan Devi yang sempat mencicipi dan mencium kopi mengungkapkan adanya perubahan bau kopi dan warna. Kesaksian keduanya didukung dengan kondisi korban yang menunjukkan adanya ketidaknyamanan.
“Korban Mirna langsung mengibas-ngibas mulut. Ini dapat disaksikan dan terekam di CCTV. Fakta tersebut berarti sianida sudah ada jauh sebelum penyidik Polri memerika sisa kopi,” ungkap Binsar.
Pihak ketiga yang paling berpotensi memasukkan sianida ke gelas kopi Mirna adalah Jessica. Pemesan kopi Mirna itu dinilai hakim jadi satu-satunya orang yang paling berpeluang.
“Terdakwa menguasai lebih lama minuman kopi Mirna dari diletakkan hungga diseruput, sekitar 51 menit,” ungkap Binsar.
Selain itu, majelis hakim juga menilai ada sikap Jessica yang tidak tulus. Hal itu diperlihatkan dari kebiasaan Jessica yang tidak pernah mengeluarkan air mata, tetapi tiba-tiba mulai mengenakan kacamata dan menangis di persidangan sebelumnya.
“Menimbang bahwa air mata terdakwa tidak tulus dari hati nurani yang mendalam,” tutur hakim anggota Binsar Gultom, secara terpisah.
Majelis pun meyakini ada pengaruh dorongan melakukan pembunuhan berencana dari fase hidup yang dialami Jessica selama di Australia hingga akhirnya dia pindah ke Indonesia.
Jessica disebut mengalami masa-masa yang buruk saat di Australia. Bahkan, Jessica beberapa kali terbukti berupaya bunuh diri dengan beberapa cara, di antaranya dengan menghirup gas karbon dioksida dan alkohol secara berlebihan.
Majelis turut menganggap Jessica merasa sakit hati karena Mirna pernah menanyakan apa tujuan Jessica datang ke Indonesia. Ditambah lagi, Mirna pernah menyarankan agar Jessica putus dari pacarnya di Australia, Patrick, yang dianggap tidak berlaku baik.
Para penonton di dalam ruang sidang menyambut dengan tepuk tangan atas putusan majelis hakim itu.
Jessica pun diberikan kesempatan menanggapi vonis tersebut.
“Saya tidak terima dengan putusan ini, selanjutnya saya serahkan kepada penasihat hukum,” kata Jessica. Kuasa hukum terdakwa, Otto Hasibuan, menyatakan banding atas putusan tersebut. (RZ/Red)