456 views

GUBERNUR KEPRI TOLAK KENAIKAN UWTO BATAM

“Kenaikan UTWO kalau bisa jangan. Seharusnya BP Kawasan berupaya untuk meningkatkan keunggulan-keunggulan demi menggenjot investasi. Bukan membuat kebijakan yang justru melemahkan daya saing,”kata Nurdin yang juga anggota Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (PBPB) Batam, kepada sejumlah wartawan, di Batam, Selasa (09/08/2016-Red).

BATAM-LH : Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) H. Nurdin Basirun, menolak dan meminta Badan Pengusahaaan (BP) kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (PBPB) Batam untuk meninjau ulang dan tidak menaikan tarif Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) atau sewa lahan khusus di Pulau Batam pada akhir bulan Juli lalu.

Selain memberatkan masyarakat dan pengusaha, Gubernur menilai kondisi saat ini bukan saat yang tepat untuk menaikkan tarif UWTO. Sebab kondisi ekonomi tengah melemah. Investasi juga dianggap belum stabil setelah dipukul krisis ekonomi global, sehingga kenaikan UWTO diperkirakan akan memperburuk kondisi.

“Kenaikan UTWO kalau bisa jangan. Seharusnya BP Kawasan berupaya untuk meningkatkan keunggulan-keunggulan demi menggenjot investasi. Bukan membuat kebijakan yang justru melemahkan daya saing,”kata Nurdin yang juga anggota Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (PBPB) Batam, kepada sejumlah wartawan, Selasa (09/08/2016-Red).

Ia menyarankan, jika BP Kawasan ingin mencari peningkatan pendapatan Negara tentu seharusnya mencari alternatif lain, bukan dari menaikan UWTO. Nurdin menyatakan, kenaikan UWTO belum pernah dibahas dalam rapat Dewan Kawasan, namun orang nomor satu di Kepulauan Riau ini optimis, Ketua Dewan Kawasan yang juga Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengetahuinya.

“Sekarang waktunya mendorong ekonomi, meningkatkan daya saing,”tegas Nurdin.

Sebelumnya, Deputi 3 BP Kawasan Batam Eko Santoso Budianto menyatakan pihaknya menaikkan tarif UWTO, mulai dari akhir bulan Juli 2016. Eko mengatakan kenaikan UWTO berlaku di semua zona dan peruntukkan lahan di Pulau Batam termasuk kawasan pemukiman, komersil dan industri.

Dalam tarif yang baru, BP Kawasan membagi klasifikasi peruntukan lahan lebih rinci, terutama untuk bidang komersil. Dengen begitu diharapkan memberikan keadilan bagi jenis usaha. Selain menaikkan tarif UWTO BP Batam juga berjanji akan menggunakan sistem pelayanan pembayaran UWTO.

“Kenaikan ini menyangkut semua zona dan peruntukan mulai dari pemukiman, industri, komersil. Kenaikan tidak signifikan, mencakup semua sector dan peruntukan dan kenaikan ini berlaku untuk semua zona di Pulau Batam,”kata RC Eko Santoso beberapa waktu yang lalu.

Dia menambahkan, tariff baru UWTO ini juga akan lebih rinci berdasarkan jenis dan peruntukannya. Selama ini, tariff UWTO dipukul rata berdasarkan jenis dan peruntukannya. Misalnya tarif UWTO untuk lapangan golf dan lapangan badminton. Selama ini tarifnya sama, namun dalam tarif baru ini, tarifnya dibedakan.
“Begitu juga kawasan atau lahan untuk pemukiman. Tarif UWTOnya akan dibedakan berdasarkan jenis pemukimannya, “ ujarnya.

Menanggapi maraknya desakan agar UWTO dihapus, Eko mengatakan pemberlakukan UWTO tidak hanya berlaku di Batam. Di Jakarta, kata dia, hal yang sama juga diterapkan. Hanya saja, istilahnya berbeda. “Di sini (Batam) UWTO, kalau di Jakarta namanya HGB. Rumah saya (di Jakarta) juga kalau sudah lewat waktunya harus bayar perpanjangannya,”jelasnya.

BP Batam, kata Eko, tidak hanya menaikan tarif UWTO, Eko berjanji pihaknya akan lebih memaksimalkan pemamfaatannya untuk pembangunan. Dia juga menjanjikan pengelolaan dan UWTO akan lebih transparan dan berkeadilan.

Dijelaskannya, pada tarif sebelumnya, berdasarkan lokasi, tarif UWTO termahal diberlakukan untuk kawasan Nagoya. Sementara berdasarkan peruntukan, lahan untuk komersil memiliki tarif UWTO paling tinggi. Misalnya lahan untuk komersil di kawasan Nagoya dikenakan UWTO sebesar Rp 93.250 per meter persegi per tahun. Sementara lahan untuk pemukiman di kawasan Nagoya dikenakan UWTO sebesar Rp 51.000 permeter persegi per tahun.

Salah seorang warga Batuampar, Ibnuanto (53) meminta kepada BP Batam tidak serta merta menaikan tarif UWTO karena disamping meresahkan dan memberatkan masyarakat khususnya dampaknya sangat dirasakan masyarakat kalangan bawah juga termasuk pengusaha.

“Kalau bisa BP Batam jangan menaikan tarif UWTO yang ada ini saja sudah cukup memberatkan untuk jangka waktunya panjang 30 tahun sehingga masih bisa menyiapkan dana untuk pembayaran sewa lahan untuk 30 tahun kemudian,”kata ibnu yang mengaku tinggal di sebuah pemukiman di kawasan Batuampar, kota Batam. (Rara/Anto/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.