326 views

Polemik Yang Timbul Dari Kenaikan Tarif Pengurusan STNK & BPKB Hingga 3 Kali Lipat

JAKARTA-LH: Kenaikan yang signifikan dipertanyakan oleh Presiden Joko Widodo pada tarif penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) yang mulai berlaku 6 Januari 2017. Menurut Jokowi kenaikan tarif hingga tiga kali lipat dianggap membebani masyarakat.

Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution setelah menerima arahan dalam rapat Sidang Kabinet di Istana Bogor, Rabu (04/01/2017-Red) kemarin.

“Tadi sebenarnya Presiden mengingatkan waktu di Bogor, kalau tarif PNBP untuk pelayanan masyarakat janganlah naik tinggi-tinggi,” ujar Darmin ditemui di kantornya, Rabu (04/01/2017-Red) malam.

Darmin menyampaikan, pada prinsipnya Jokowi menyebut pengenaan tarif tinggi untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dipungut oleh Kementerian dan Lembaga bertujuan untuk meningkatkan pelayanan operasional. Namun Darmin mengatakan, penetapan tarif merupakan kewenangan Kementerian Keuangan sebagai perumus serta Polri sebagai pemungut tarif.

Jikapun nanti tarifnya tetap naik, Mantan Dirjen Pajak itu berharap kenaikkan tarif tersebut benar-benar mencerminkan kondisi inflasi yang terjadi di Indonesia.

Sebagai informasi, tarif PNBP yang dipungut oleh Polri tidak mengalami perubahan selama tujuh tahun. Hal ini yang memicu Kementerian Keuangan secara drastis mengerek tarif PNBP di lingkungan Polri meroket tajam.

“Itu memang betul sudah lama tidak diperbarui]. Tapi apakah harus langsung 300 persen?” tanya Darmin.

“Kalau itu menyangkut pelayanan orang banyak tidak apa, kalau yang bukan ya enggak apa-apa juga asal hitung-hitungannya sudah betul,” lanjutnya.

Kenaikan tarif tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), tertanggal terbit 6 Desember 2016 dan berlaku 30 hari setelah diterbitkan,

Tidak tanggung, kenaikan itu ada di kisaran tiga kali lipat dari tarif lama. Biaya penerbitan STNK roda dua dan roda tiga naik menjadi Rp100 ribu yang sebelumnya Rp50 ribu. Roda empat atau lebih dari sebelumnya Rp75 ribu menjadi Rp200 ribu.

Untuk pengesahan STNK, yang sebelumnya gratis, dengan disahkan PP ini maka akan berbayar Rp25 ribu untuk roda dua dan empat, dan Rp50 ribu bagi roda empat atau lebih.

Pengurusan dan penerbitan BPKB mengalami kenaikan yang sangat signifikan. Roda dua dan roda tiga yang sebelumnya ditarif sebesar Rp80 ribu, kini diwajibkan membayar Rp225 ribu dan roda empat atau lebih sebesar Rp375 ribu dari sebelumnya Rp100 ribu.

Selain itu, biaya baru Penerbitan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) untuk roda dua dan roda tiga dari Rp30 ribu menjadi Rp60 ribu, dan Roda empat atau lebih dari Rp50 ribu menjadi Rp100 ribu.

Kenaikan tarif masih dikenakan pada tarif Penerbitan Surat Mutasi Kendaraan untuk roda dua atau roda tiga dari Rp75 ribu menjadi Rp150 ribu, dan roda empat atau lebih dari Rp 75 ribu menjadi Rp 250 ribu.

Tarif PNBP yang dikelola oleh Polri dengan aturan Kementerian keuangan ini tidak dikenakan pada Penerbitan Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor (STCK).

Selain Presiden mengingatkan kalau tarif PNBP untuk pelayanan masyarakat janganlah naik tinggi-tinggi keputusan ini juga menimbulkan polemik di sejumlah kalangan.

Inilah polemik tersebut :

1.STNK dan BPKB bukan layanan komersil

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai kenaikan biaya pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) tidak tepat. Menurutnya, STNK dan BPKB bukan produk jasa komersial tetapi pelayanan publik yang harus disediakan birokrasi.

“Alasan inflasi untuk menaikkan tarif, sebagaimana alasan Menteri Keuangan, adalah kurang tepat,” kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi.

Menurutnya, alasan inflasi akan tepat jika STNK maupun BPKB adalah produk ekonomi komersial yang berbasis biaya produksi dan benefit, atau setidaknya produk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Kenaikan tersebut kurang relevan tanpa proses reformasi di sisi pelayanannya. Sampai detik ini proses pelayanan penerbitan STNK dan BPKB dinilai masih sering dikeluhkan publik, karena waktunya yang lama. Bahkan alasan stok blankonya masih kosong sekalipun. Kenaikan itu harus ada jaminan untuk meningkatkan pelayanan saat proses pengesahan dan penerbitan STNK dan BPKB tersebut.

2. Kenaikan dinilai tidak signifikan

Pengamat Ekonomi Institute for Development Economy and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus menilai kebijakan ini sudah tepat untuk menaikkan penerimaan negara dari sektor Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Kebutuhan negara untuk belanja dan pembangunan sangat besar, sementara pendapatan masih terbatas.

“Penerimaan kita masih sangat kurang, kebutuhan kita buat belanja sangat banyak utamanya untuk infrastruktur. Jadi kalau kita lihat penerimaan tahun sebelumnya, penerimaan tidak pernah sesuai dengan target,” ujar Heri.

Namun demikian, Heri mengingatkan pemerintah agar menghitung ulang berapa potensi PNBP dari kenaikan pengurusan STNK dan BPKB. “Itu harus dihitung lagi berapa yang diperoleh dari pendapatan negara. Saya rasa tidak terlalu signifikan,” ujar Heri.

3. Kenaikan tarif beratkan masyarakat

Anggota Komisi III DPR RI Muhammad Nasir Djamil menilai terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2016 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak di lingkungan Polri adalah langkah positif dan lebih transparan.

“Saya melihat PP yang baru lebih transparan dari pada PP sebelumnya, meskipun di satu sisi dinilai memberatkan masyarakat,” kata Muhammad Nasir Djamil.

Menurut Nasir Djamil, pemerintah diharapkan dapat melakukan berbagai upaya agar kenaikan tarif penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tersebut tidak berdampak secara ekonomis bagi masyarakat.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menjelaskan, ada sebagian orang berpandangan PP No 60 Tahun 2016 diterbitkan secara sepihak tanpa lebih dulu dibicarakan kepada DPR RI. “PP merupakan domain pemerintah, sehingga dibahas bersama DPR RI,” katanya.

Nasir Djamil menegaskan, kalau ada masyarakat yang menilai bahwa penerbitan PP itu melanggar hukum, HAM, atau hak-hak publik lainnya, maka masyarakat bisa melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.

4. Kenaikan tarif harus didahului perbaikan layanan transportasi umum

Anggota Komisi III dari fraksi PKS Nasir Djamil meminta pemerintah meninjau kembali kebijakan tersebut. Menurutnya, pemerintah seharusnya membenahi transportasi umum terlebih dahulu sebelum memutuskan menaikkan tarif.

“Sebelum menaikkan tarif, pemerintah wajib membenahi transportasi umum kita sehingga masyarakat bisa mendapat alternatif yang aman, nyaman dan tertib. Tentu saja kenaikan tarif ini sangat memberatkan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah,” kata Nasir saat dihubungi.

Nasir juga beranggapan pemerintah terkesan tidak mau mencari solusi lain untuk meningkatkan pendapatan negara tanpa harus menaikkan biaya pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) itu.

“Pemerintah sepertinya tak mau bekerja keras memikirkan bagaimana caranya agar tidak naik tapi pendapatan negara bisa didapat dari sektor lain. Jika tarif naik maka akan berdampak terhadap perekonomian masyarakat,” tegasnya.

5.Kenaikan tarif untuk pembangunan yang lebih baik

Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan menilai wajar masyarakat kaget karena adanya kenaikan tarif pengurusan STNK dan BPKB hingga 3 kali lipat mulai Januari 2017 ini. Menurutnya, masyarakat akan bertanya-tanya karena kemarin pengurusan sempat dimurahkan, digratiskan STNK kedua, digratiskan denda pajak dan sekarang ada kenaikan awal tahun.

“(Wajar) kalau ada kaget dulu, ini untuk membangun kesadaran warga negara untuk membayar pajak demi pembangunan yang lebih baik lagi,” ucap Aher, sapaan Ahmad Heryawan.

Aher menginstruksikan Kepala Badan Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat Dadang Suharto untuk mensosialisasikan tentang PP Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) kepada masyarakat dalam waktu dekat ini.

“Kita akan sosialisasi ya, itu kan regulasinya dari pemerintah pusat bukan dari kita, pemerintah provinsi,” katanya. (Team/Red)

One thought on “Polemik Yang Timbul Dari Kenaikan Tarif Pengurusan STNK & BPKB Hingga 3 Kali Lipat

  1. PP yang sangat lucu dan aneh, PNBP polri tentang kenaikan tarif stnk dan bpkb, pertanyaannya mendasarkah peraturan tersebut untuk rakyat.?
    pelayanan publik untuk rakyat.? rakyat indonesia sekarang kalau mau di layani dengan baik harus bayar mahal, untuk apa UUD 1945 yang didalam nya tersebut pemerintah indonesia milik rakyat indonesia dan melayani rakyat.
    hapus aja itu UUD 1945, kalau tidak mau hapus bunuh aja rakyat biar seperti indonesia semasa sebelum lahirnya UUD 1945.
    setuju atau tidak.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.